DUMAI – BACARIAU.COM– Perseteruan antara Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Dumai dan PT Inti Benua Perkasatama (IBP) kian mengemuka setelah perusahaan menanggapi surat undangan Bipartit II dari DPC SPN Dumai. Inti permasalahan berawal dari keinginan SPN memasang plang identitas serikat di area publik perusahaan, yang kemudian menuai penolakan secara halus dari manajemen.
Dalam surat resmi balasan yang diterima SPN, manajemen PT IBP menegaskan bahwa pihaknya menjunjung tinggi prinsip kebebasan berserikat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Perusahaan menyatakan keberadaan SPN di lingkungan kerja mereka diakui secara sah, tanpa harus diwujudkan melalui pemasangan aksesoris atau baliho.
Perusahaan juga berpendapat bahwa tidak ada ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan maupun perjanjian kerja bersama yang secara eksplisit mengatur pemasangan plang serikat. Karena itu, menurut PT IBP, absennya plang tidak dapat dianggap sebagai bentuk penghalangan kebebasan berserikat.
Terkait pemotongan iuran organisasi, manajemen menyebut mekanisme dan nominalnya telah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) SP/SB, sehingga perusahaan tidak pernah menghalangi pelaksanaannya.
Lebih jauh, perusahaan menilai isu plang bukan termasuk kategori perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui mekanisme Bipartit, Tripartit, atau Pengadilan Hubungan Industrial, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004.
Ketua SPN Dumai: Plang Adalah Identitas, Bukan Gangguan
Menanggapi sikap perusahaan, Ketua DPC SPN Kota Dumai, mhd Alfien Dicky Khasogi, menegaskan bahwa pemasangan plang adalah bentuk identitas organisasi sekaligus sarana informasi bagi anggota dan publik.
“Meskipun tidak ada aturan khusus mengenai plang, UU Nomor 21 Tahun 2000 melindungi kegiatan serikat pekerja. Pemasangan plang ini tidak mengganggu aktivitas kerja dan merupakan bagian dari hak kami untuk menunjukkan eksistensi,” kata Alfien saat ditemui di Kantor DPC SPN Dumai, Jalan Sungai Masang No. 118A, Kelurahan Buluh Kasab, Dumai Timur, Rabu (13/8/2025).
Menurutnya, SPN telah menempuh jalur komunikasi persuasif melalui Bipartit I dan II sebagai upaya mencari solusi damai meski dianggap tidak tepat sasaran,nanti kita bisa uji materi penerapan undangan Bipartit I dan II yang di lakukan SPN tersebut benar atau tidak. “Perlu digarisbawahi, perusahaan tidak boleh melarang pemasangan plang karena SPN di PT IBP sudah memiliki nomor bukti pencatatan resmi dari Dinas Tenaga Kerja Kota Dumai. Semua prosedur hukum sudah kami penuhi,” tegasnya.
Isu Pemotongan Iuran Wajib
Selain soal plang, SPN juga menyoroti potensi kendala dalam pemotongan kas wajib anggota. Kita mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2000 yang memberikan legitimasi kepada serikat pekerja untuk mengatur iuran organisasi sesuai AD/ART. Ia mengingatkan bahwa pemotongan iuran adalah hak internal organisasi yang tidak seharusnya diintervensi oleh pihak perusahaan hal tersebut juga sudah tertera dalam PKB PT.inti Benua perkasatama.
Kebebasan Berserikat Masih Rentan
Kasus ini menjadi potret klasik bagaimana kebebasan berserikat di dunia industri kerap bergesekan dengan kebijakan perusahaan. Meski kedua pihak mengaku menjunjung dialog, tarik-menarik kepentingan soal ruang ekspresi serikat pekerja tetap menjadi isu sensitif.
Jika tidak ada titik temu, bukan tidak mungkin perselisihan ini akan berujung pada jalur Tripartit atau bahkan Pengadilan Hubungan Industrial, meski perusahaan menilai hal ini tidak masuk kategori sengketa.
Terkait tata cara penyusunan perjanjian kerja bersama mungkin perlu di klarifikasi kembali oleh perusahaan aturan yang mengatur yakni undang-undang nomor 13 tahun 2003 dan Permenaker nomor 28 tahun 2014 bukan undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang perlindungan Hak kekayaan intelektual.
Di tengah situasi ini, publik akan menilai apakah PT IBP benar-benar membuka ruang kebebasan berserikat tanpa pilah pilih atau justru membatasi ekspresi serikat secara halus. Sementara itu, SPN Dumai bersiap mengawal hak anggotanya terutama tentang penyusunan Perjanjian bersama (PKB) yang dianggap tidak transparan dan sepihak hingga batas terakhir hukum yang berlaku.
Pakcik amin